Article Detail

Guru Nyasar

Guru adalah sebuah pekerjaan hati. Peran guru dalam proses kemajuan pendidikan sangatlah penting. Guru merupakan salah satu faktor utama bagi terciptanya generasi penerus bangsa yang berkualitas, tidak hanya dari sisi itelektulitas saja melainkan juga dari tata cara berperilaku dalam masyarakat. Oleh karena itu tugas yang diemban guru tidaklah mudah. Guru yang baik harus mengerti dan paham tentang hakekat sejati seorang guru, hakekat guru dapat kita pelajari dari definisi atau pengertian dari istilah guru itu sendiri. Falsafah Jawa Guru diartikan sebagai sosok tauladan yang harus di “gugu lan ditiru”. Dalam konteks falsafah jawa ini guru dianggap sebagai pribadi yang tidak hanya bertugas mendidik dan mentransformasi pengetahuan di dalam kelas saja, melainkan lebih dari itu guru dianggap sebagai sumber informasi bagi perkembangan kemajuan masyarakat ke arah yang lebih baik. Dengan demikian tugas dan fungsi guru tidak hanya terbatas di dalam kelas saja melainkan jauh lebih kompleks dan dalam makna yang lebih luas. Oleh karena itu dalam msyarakat jawa seorang guru dituntut pandai dan mampu menjadi ujung tombak dalam setiap aspek perkembangan masyarakat (multi talent).

Guru bukan sekedar mentransfer ilmu pada anak didiknya, tapi lebih dari itu guru punya tanggungjawab moral untuk menanamkan norma-norma hidup, kesantunan, dan akhlakul karimah. Oleh karena itulah seorang guru harus memiliki kompetensi kepribadian. Jika ingin membaguskan karakter orang, sudah barang tentu kita harus lebih dahulu membaguskan karakter diri kita. Begitupun dengan guru, ketika guru menyampaikan nilai-nilai positif dalam hidup yang harus diikuti oleh anak didiknya, proses transfer value akan lebih mudah dilakukan bila guru telah lebih dahulu melakukan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Lalu, tipe seperti apa diri kita sebagai guru saat ini?
Ada di level manakah kita dalam menjalankan profesi yang kita geluti sekarang?
Apakah kita jadi guru karena terpaksa, karena tidak ada pekerjaan lain yang mau menerima kita?
Termasuk “Guru Nyasar” kah kita saat ini? 

Boleh saja kita jadi guru tanpa memiliki latar belakang pendidikan yang relevan, tapi bila kemudian kita berusaha untuk menyatu dengan pilihan hidup sebagai guru, tentu kita akan punya ikatan batin yang kuat dengan anak didik ketika mengajar. Tentu kita memiliki semangat untuk belajar dan melengkapi diri dengan ketrampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Tentu kita akan dapat memaksa hati kita untuk belajar menyelami profesi yang kita pilih. Pepatah bilang "Ala bisa karena biasa", walau semula terpaksa, tapi jika kita enjoy dengan pekerjaan yang kita tekuni tentu lama kelamaan akan jadi suka. Kalau sudah begini, pastinya kita tidak termasuk dalam kategori "Guru Nyasar".

Atau barangkali kita termasuk guru bekerja dengan orientasi uang dan uang saja? Tidak bisa dipungkiri bila setiap manusia membutuhkan uang. Namun bila dalam mendidikan anak guru berprinsip “gaji pas-pasan=ngajar pas-pasan”, sementara sebetulnya kita memiliki potensi lebih untuk mendidik anak lebih optimal, maka bisa jadi kita termasuk dalam kategori “Guru Bayar”. 

Menjadi guru adalah cara kita berbisnis dengan Tuhan yang kompensasinya akan kita rasakan di kehidupan sesudah hidup. Ini merupakan inventasi akhirat bagi kita.

Sudahkah kita menjadi guru yang ikhlas, yang secara sadar telah menunjukkan integritas dan totalitas sebagai pendidik dalam mentransfer ilmu dan nilai kepada anak didik kita? Sudahkah kita menjadi seorang guru yang menyenangkan bagi siswa-siswi kita, menjadi guru yang senantiasa mereka rindukan kehadirannya setiap hari? Bahagiakah kita menjadi bagian dari keluarga besar komunitas yang bertekad mendidik anak bangsa yang berkarakter? Termasuk kategori "Guru Sadar" kah kita?

Mari kita jujur pada diri kita sendiri. Biarlah ini menjadi sebuah kontemplasi sehingga kita benar-benar dapat meningkatkan profesionalitas dan integritas kita sebagai guru. Semoga kita mampu menjadi insan yang bertanggungjawab atas apa yang menjadi pilihan hidup kita sebagai seorang pendidik, karena hakekatnya menjadi guru adalah cara kita berbisnis dengan Tuhan yang tidak hanya memberikan keberkahan di dunia, namun juga di kehidupan kita sesudah hidup. Terlebih kita sebagai guru tidak dikatakan lagi sebagai “Guru Nyasar” (TL)

 

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment