Article Detail
SATU ANAK, SATU SATE DAUN
Musim kemarau melanda Lahat dan sekitarnya, persediaan air menipis, bahkan banyak sumber air yang mengering. Udara panas dan kering berhembus menembus celah-celah pintu dan melewati ventilasi di setiap ruang di SD Santo Yosef.
Pagi ini guguran daun pohon Kiara Payung (Fellicium Decipien) berserakan di halaman sekolah bahkan sampai di depan kelas. Meskipun para pembantu pelaksana (PP), seluruh guru dan karyawan, beserta para siswa telah menyapu guguran daun, hanya dalam hitungan jam daun-daun yang semula masih berada di tangkainya mulai berguguran bersama dengan hembusan angin yang bertiup. Pembelajaran berlangsung dalam suasana yang panas, kering, dan kipas angin menyala.
Saat bel istirahat berbunyi, para siswa berhamburan keluar kelas, berlari melewati lapangan yang kering, dan menyisakan debu yang beterbangan di udara. Sesaat kemudian terlihat para siswa telah memegang jajanan masing-masing; sate ayam, sate cakar ayam, sate tahu, sate sosis, sate bakso, tekwan, model, soto, bubur, dan lain-lain. Para siswa terlihat sangat menikmati jajanan mereka. Mereka yang menikmati tekwan, model, soto, dan bubur akan segera mengembalikan mangkuk beserta sendok kepada pedagang di kantin. Lalu bagaimana dengan penikmat sate? Apa yang dilakukan dengan tusuk sate? Rupanya mereka segera meletakkannya di tempat sampah atau berpura-pura tidak tahu bahwa ia menjatuhkan tusuk sate itu di luar tempat sampah.
Melihat keadaan lingkungan sekolah yang penuh dengan sampah daun setiap hari dan bekas tusuk sate yang diletakkan di tempat sampah atau di sembarang tempat begitu saja, muncul gagasan untuk mengumpulkan sampah daun bersama dengan para siswa. Gagasan tersebut mengajak siswa untuk mengambil 50 helai daun kering di halaman sekolah dan sekitarnya. Secara teori, 28.000 helai daun kering dapat dikumpulkan setelah istirahat pertama berakhir.
Gagasan sate daun akhirnya disosialisasikan pada seluruh siswa saat upacara bendera, lengkap dengan contoh yang dibawa oleh pembina upacara. Meski sederhana, ternyata gerakan Satu Anak, Satu Sate Daun ini mampu mengurangi jumlah sampah daun yang ada di halaman, serta meringankan beban kerja para PP, di SD Santo Yosef. Selain itu, siswa juga belajar toleransi, serta memanfaatkan kembali barang bekas dengan tujuan yang positif.
by : M. Evi
Comments
-
there are no comments yet
Leave a comment